BLITAR – Dinilai tidak tegas, tiga komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Blitar dilaporkan ke Dewan Kehormatan Pengawasan Pemilu (DKPP).
Menyikapi hal tersebut, Ketua Bawaslu Kota Blitar, Roma Hudi Fitrianto, mengakui di setiap keputusan hasil pengkajian laporan, tidak selalu memuaskan semua pihak.
“Penyelenggara juga perlu diawasi dan ini juga bagian dari demokrasi. Cuma kita selama ini melakukan tugas sesuai regulasi,” katanya saat dihubungi Selasa (5/11/2024).
“Nah itu nanti terserah di DKPP seperti apa kita ikuti prosedurnya,” lanjutnya.
Adapun pelaporan Bawaslu ke DKPP ini karena dianggap Bawaslu tidak memberikan alasan yang jelas tentang penyelidikan pada laporan yang masuk.
Pelaporan dilakukan oleh warga atas nama Muhamad Romdon yang menduga KPU melakukan pelanggaran administratif tentang pendaftaran calon peserta Pilkada Kota Blitar yang berstatus mantan narapidana dan tindakan diskriminatif lainnya seperti penampilan visi misi paslon di website pengumuman KPU.
Ia menilai Bawaslu kurang tegas dan tidak memberikan kepastian hukum, sehingga melaporkan masalah dugaan pelanggaran yang disampaikan Mohamad Romdon bisa mendapatkan kejelasan yang lebih profesional dari keputusan hasil penyelidikan laporan yang dibuat Bawaslu.
Pelaporan ke DKPP ke penyelenggara Pilkada 2024 di Kota Blitar bukan yang pertama.
Sebelum itu Mashudi sebagai Tim hukum pasangan calon nomor urut 2 Pilkada Kota Blitar, Syauqul Muhibbin dan Elim Tyu Samba (SAE), melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Blitar ke DKPP atas dugaan pelanggaran kode etik terkait kurangnya transparansi dalam penyebaran data visi, misi, dan program calon.
Kuasa hukum SAE, Mashudi, menyatakan bahwa ketidakterbukaan KPU menghambat persiapan paslonnya dalam debat publik, karena dokumen calon lain tidak tersedia di situs atau media sosial KPU sebelum debat.
Mashudi berharap laporan ini mendorong KPU agar lebih transparan dan bertanggung jawab dalam penyampaian informasi kepada publik.