IDPOST.CO.ID – Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dalam Nashaihul Ibad menjelaskan asal-usul segala kesalahan yang dilakukan umat manusia di dunia.
Ada tiga induk kesalahan dan enam sumber kesalahan lainnya yang diuraikan dalam kitab tersebut.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT yang diabadikan dalam kitab Taurat, yang menjelaskan tiga induk dari segala kesalahan, yaitu sombong, hasud (dengki), dan rakus.
Dari ketiga induk ini, muncul enam sumber kesalahan lainnya, yaitu kenyang, tidur berlebihan, bersenang-senang, mencintai harta, mencintai pujian, dan mencintai jabatan.
Mengenai sikap sombong, Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.
Siapa pun yang merasa agung dan menganggap orang lain rendah, maka ia termasuk dalam golongan orang yang sombong.
Mengenai hasud (dengki), Mu’awiyah radhiyallahu anhu menyatakan bahwa tidak ada kejahatan yang lebih buruk daripada dengki. Orang yang dengki dapat membunuh sebelum kecemburuan itu mencapai targetnya.
Rakus dalam menghadapi dunia juga dijelaskan sebagai salah satu sumber kesalahan.
Malik bin Dinar mengatakan bahwa jika badan sudah sakit, maka makanan, minuman, hidup, dan kesenangan tidak akan memiliki arti.
Begitu juga jika hati mencintai dunia, maka nasihat tidak akan berguna lagi.
Mencintai harta juga merupakan sumber kesalahan, seperti yang dijelaskan oleh Sayyid Abdullah Al Haddad.
Dia mengajarkan untuk mengeluarkan rasa cinta terhadap emas dan perak dari hati, sehingga dua benda tersebut hanya dipandang seperti batu dan tanah.
Selain itu, rasa senang terhadap pujian dan cinta terhadap jabatan atau kekuasaan juga merupakan sumber kesalahan.
Sayyid Abdullah Al Haddad menyarankan untuk menghilangkan kedua hal tersebut dari dalam diri secara total, sehingga tidak ada perbedaan antara dipuji atau dicela, serta tidak ada perbedaan antara mendapat perhatian atau diabaikan.
Kecintaan terhadap jabatan atau kekuasaan dianggap lebih berbahaya daripada cinta terhadap harta, karena menunjukkan indikasi kecintaan terhadap duniawi yang lebih dalam.
Padahal, keagungan sejati hanya milik Allah SWT, dan cinta terhadap harta atau jabatan hanya merupakan sifat yang bersifat duniawi belaka.